MENANGKAP MAKNA DIKALA DUKA

MASA-MASA SULIT
Setiap orang dalam perjalanan hidupnya akan selalu berhadapan dengan berbagai kesulitan. Banyak diantara mereka yang berhasil mengatasi masa-masa sulit namun banyak pula yang gagal dan terhempas dari kehidupan. Kesulitan hidup atau masa-masa sulit yang dihadapi setiap orang bisa berbeda-beda demikian juga cara dan kemampuan setiap orang dalam mengatasinya. Sesuatu yang dianggap sangat sulit bagi seseorang belum tentu dirasakan sulit bagi orang lain. Banyak faktor yang mempengaruhi cara dan kemampuan seseorang dalam menghadapi masa-masa sulit yaitu :

a. Cara mempersepsi sumber kesulitan
Sumber kesulitan atau situasi sulit yang sama belum tentu menghadirkan akibat yang sama. Seseorang yang mempersepsi sumber kesulitan/ masa sulit secara berlebihan, maka akan menghadirkan akibat yang lebih buruk. Sedangkan bagi mereka yang mempersepsi sumber kesulitan sebagai sesuatu yang positif maka akan menghasilkan cara dan kemampuan mengatasi kesulitan yang positif pula. Dalam kehidupan ini kita sering berada pada "situasi sulit" bukan karena disebabkan oleh orang lain namun sering kita sendiri yang mencipta kesulitan-kesulitan itu dalam akal dan pikiran kita. Akibatnya kita menjadi orang yang mudah mengeluh dan hidupnya merasa paling sengsara.

b. Kualitas sumber kesulitan
Sumber kesulitan atau situasi sulit yang ekstrim/berlebihan juga dapat menimbulkan masalah bagi yang menghadapinya. Meskipun demikian Tuhan sangat memahami manusia sehingga Tuhan telah membekali pada diri tiap manusia potensi untuk mengatasi masalah sesulit apapun. Beban kesulitan yang berlebihan memang menimbulkan masalah tersendiri baki kita yang memiliki tenaga dan kemampuan yang terbatas, seperti kasus yang menimpa Hasan Kesuma, ia merasa tidak sanggup lagi membayar biaya perawatan istrinya. Ia ingin membuktikan cintanya pada istrinya tapi ia tidak tahu lagi bentuknya seperti apa, ia ingin semuanya segera berakhir tapi tidak tahu bagaimana cara mengahirinya.

c. Nilai-nilai diri
Keyakinan seseorang terhadap nilai nilai tertentu, khususnya yang bersumber dari ajaran Tuhan ternyata sangat mempengaruhi cara dan kemampuan seseorang dalam mengahadapi kesulitan dalam hidupnya. Beberapa ajaran agama yang dapat dijadikan nilai-nilai prinsip dalam menghadapi kesulitan hidup antara lain : Yang dapat dan berhak menentukan / mengatur segalanya hanyalah Allah SWT bukan manusia, manusia harus berusaha sebaik-baiknya namun hasil akhir yang menentukan adalah Allah SWT, setiap manusia dalam hidupnya pasti akan diberi ujian dan cobaan dari Tuhan sebagai bentuk kasih-sayang-Nya terhadap manusia dan untuk menguatkan iman serta untuk mendewasakan hidup manusia, yakin bahwa setiap masalah pasti ada solusinya bila kita mau berusaha.

Masa-masa sulit dan kritis dalam kehidupan seseorang bisa sangat beragam bentuknya, dari yang bersifat fisik, ekonomi, psikologis hingga spiritual. Yang berdimensi fisik misalnya : tiba-tiba mengalami cacat fisik, menderita penyakit yang tidak mungkin disembuhkan. Yang berdimensi ekonomi misalnya : tidak memiliki uang lagi untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, tidak mampu membayar uang sekolah, tidak mampu membayar biaya perawatan di rumah sakit padahal harus segera dilunasi, kehilangan pekerjaan yang menjadi tumpuan hidup. Yang berdimensi psikologis misalnya : kehilangan orang yang sangat dicintai, mengalami bencana yang mendadak, merasa kesepian ditengah keramaian, merasa tidak dihargai dan dicintai. Yang berdimensi spiritual misalnya : pergulatan mencari kebenaran agama dan Tuhan, berada pada situasi genting yang mengancam keselamatan jiwa dsb.

Masih banyak ragam masa-masa kritis yang ada dalam kehidupan manusia, dan semuanya akan menjadi batu ujian bagi manusia untuk meningkatkan kualitas iman dan dirinya. Meskipun demikian, Tuhan yang Maha Pengasih tidak memberikan ujian hanya dalam bentuk kesulitan, duka dan derita tapi ternyata Tuhan juga menjadikan kesenangan, kesuksesan dan keberhasilan juga sebagai bentuk ujian. Betapa banyak manusia yang berhasil menghadapi ujian berupa kesulitan, duka dan penderitaan namun malah gagal ketika diuji dengan kesenangan, kesuksesan dan keberhasilan.


BELAJAR DARI SEJARAH
Kalau kita melihat perjalanan hidup para utusan Tuhan seperti Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad, maka nampak bahwa para kekasih Tuhan itu menjalani hidupnya bukan dimanja oleh Tuhan akan tetapi malah dihadapkan pada situasi sulit seperti penolakan dari ummatnya bahkan keluarganya sendiri, teror psikis maupun fisik, penindasan oleh penguasa, kehilangan orang yang dicintai dsb. Hal yang sama juga dialami oleh para pejuang ajaran kasih Tuhan di era selanjutnya seperti Gandhi (Hindu), Marthein Luther (Protestan) Bunda Theresa (Katolik), Dailama (Budha) dan Malcom X (Islam).

Mereka para penyampai ajaran Tuhan dihadapkan pada berbagai kesulitan dan situasi kritis dalam hidupnya bukan karena Tuhan membenci mereka tapi karena Tuhan mencintai mereka. Berbagai bentuk kesulitan yang diberikan Tuhan kepada mereka dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas diri dan iman mereka. Dengan pemahaman yang positif terhadap berbagai bentuk kesulitan sebagai ujian iman dan bentuk Kasih-Nya maka mereka menjadi manusia yang memiliki daya tahan dan kesabaran yang luar biasa, sehingga akhirnya berhasil menebarkan ajaran Kasih Tuhan kepada ummat manusia bahkan kepada mereka yang pernah memusuhinya.

Para penyampai ajaran kasih Tuhan bukanlah malaikat yang tidak punya rasa. Mereka meskipun utusan Tuhan tapi juga manusia yang merasakan dahaga, lapar, saikit, penderitaan, kekecewaan, memiliki rasa takut dan akan mengalami kematian. Mereka adalah contoh hidup di dunia nyata bukan di dunia hayal dan dongeng. Mereka hidup di dunia seperti yang kita alami, oleh karena itu ajaran dan teladannya pasti bisa kita aplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Keberhasilan mereka menghadapi masa-masa sulit pasti bisa kita tangkap pesan substantifnya agar kita juga dapat memiliki daya tahan dan kesabaran dalam hidup dan tidak pernah kehilangan makna.


TETAP BERNILAI DAN TAK KEHILANGAN MAKNA
Diantara dimensi yang khas pada manusia adalah keinginannya untuk mencari makna. Hampir dalam setiap bukunya Viktor Frankl selalu menceritakan pengalamannya di Kamp Konsentrasi NAZI pada perang dunia II. Dari kegetirannya di penjara dan dalam bayang-bayang pembantaian dengan gas beracun, Frankl mendapat pelajaran bahwa orang-orang yang punya tujuan atau makna dalam hidupnya dapat bertahan dan berkembang bahkan pada situasi yang paling mengerikan sekalipun. Sebaliknya, orang-orang yang tidak menemukan makna dalam hidupnya akan cepat melemah, roboh dan mati karena apatis dan putus asa.

Kalau kita membaca berbagai tulisannya, misalnya dalam buku "Man's Search For Meaning", Frankl meyakinkan kita bahwa agama adalah sumber makna yang tidak pernah kering. Orang-orang yang benar-benar beragama akan menjadi individu yang lebih sabar menghadapi kesulitan dan menanggung derita.

Dalam berbagai teks kitab suci, Tuhan mengkritik sekaligus memberikan gambaran manusia yang cenderung melupakan Tuhan pada saat memperoleh kesenangan dan keberhasilan namun baru menyebut-nyebut nama Tuhan pada saat berada pada ambang kehancuran dan titik nadzir kesulitan. Tuhan pada saat-saat sulit seolah-olah kita paksa harus mau menolong dan melindungi kita, dan pada saat yang lain Tuhan kita campakkan jauh dari kehidupan kita pada saat kita memperoleh sukses dan bahagia.

Meskipun demikian, mengingat Tuhan diambang kehancuran dan titik nadzir kesulitan bukanlah sesuatu yang buruk bila dengannya kita kemudian memperoleh pencerahan diri. Sangat banyak orang yang benar-benar menjadi tercerahkan berawal dari pengalaman rohani mengingat Tuhan pada saat berada di titik terendah kehidupannya. Namun apabila mengingat Tuhan pada saat sulit hanya menjadi peristiwa berulang dan tidak menumbuhkan pencerahan, maka kita seakan dengan sengaja mempermainkan Tuhan.
Kemampuan untuk tetap bernilai dan tak kehilangan makna pada saat mengatasi situasi kritis sangat dipengaruhi oleh sejauh mana kita memperlakukan Tuhan dalam kebiasaan hidup kita, sejauh mana kita mau membuka lebar-lebar ruang hati kita bagi kehadiran-Nya dan juga dipengaruhi oleh sejauh mana kita memahami Maha Kasih-Nya.

0 komentar: